REVITALISASI DAN PEMANFAATAN BENTENG VREDEBURG DI YOGYAKARTA TAHUN 1976 – 2011 Soma Harjad Prasetya C0506050 Abstract
Vredeburg Castle originally named "Fort Rustenburg" having meaning
"Castle Rest". Vredeburg Castle is a Dutch Colonial heritage even in very simple
form with the development of the castle still remain standing and functional. Since
the founding of the VOC monopoly of trade and colonial activity began to occur in
the archipelago. This caused turmoil in many regions because of monopolistic
practices often result in VOC disagreement between the VOC and local
entrepreneurs. In 1980 the castle underwent Vredeburg Yogyakarta and building
renovations have been done later designated as a revitalization of heritage objects
based on the Decree of the Minister of Education and Culture is authorized to use,
manage and Vredeburg Castle ordered to preserve and maintain the rescue.
In the 1796-2011 has undergone many changes in institutional programs and
activities of Vredeburg Castle. Change the name to the Museum on March 11, 1987
was opened to the public. Status Vredeburg Castle Yogyakarta Museum State
Museum is a Technical Unit (the government) to participate in activities that are
financed by funds from the Revenue Expenditure. Formation Vredeburg Castle
Museum has been greeted positively by the public, especially visitors to the museum
is a pro-active community participation to be used as a medium of resistance to the
Keyword : Revitalization, Utilization, Vredeburg CastlePendahuluan
Benteng Vredeburg Yogyakarta semula bernama "Benteng Rustenburg" yang
mempunyai arti "Benteng Peristirahatan" , dibangun oleh Belanda pada tahun 1760 di
atas tanah Keraton. Berkat izin Sri Sultan Hamengku Buwono I, sekitar tahun 1765
bangunan disempurnakan dan selanjutnya diganti namanya menjadi "Benteng
Vredeburg" yang mempunyai arti Benteng Perdamaian.1
Pendirian Benteng Vredeburg Yogyakarta tidak dapat dilepas dari lahirnya
Kasultanan Yogyakarta. Perjanjian Giyanti tanggal 13 Februari 1755 yang berhasil
menyelesaikan perselisihan antara Susuhunan Pakubuwono III dengan pangeran
Mangkubumi (Sri Sultan HB I) adalah merupakan hasil politik Belanda yang selalu
ingin turut campur urusan dalam negeri Raja–Raja Jawa waktu itu. Orang Belanda
yang berperan penting dalam lahirnya Perjanjian Giyanti adalah Nicolaas Harting
(Gubernur dari Direktur Pantai Utara Jawa).2
Langkah pertama yang diambil oleh Sri Sultan HB I adalah segera
membangun kraton dengan membuka hutan beringin. Sri Sultan HB I mengumumkan
bahwa wilayah kekuasaan diberi nama Ngayogyakarta Adiningrat (Ngayogyakarta
Hadiningrat). Pemilihan nama ini dimaksudkan untuk menghormati tempat bersejarah
yaitu Hutan Beringin yang pada jaman almarhum Sri Susuhan Amangkurat Jawi
(Amangkurat IV) merupakan kota kecil yang indah. Di dalamnya terdapat istana
pesanggrahan yang terkenal dengan Garjitowati. Kemudian pada jaman Sri Susuhan
Paku Buwono II bertahta di Pesanggrahan itu diganti dengan Ngayogya. Nama
Ngayogyakarta di tafsirkan dari kata “Ayuda” dan “Karta”. Kata “a” berarti tidak dan
“yuda” berarti perang. Jadi “Ayuda” mengandung pengertian tidak ada perang atau
1 Sidharta Eko Budiharjo, Konservasi Lingkungan dan Bangunan Bersejarah di Yogyakarta (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1989), hlm. 25. 2 Ibid.
damai. Sedangkan “Karta” berarti aman dan tentram. Jadi Ngayogyakarta dapat
diartikan sebagai “Kota yang aman dan tenteram”.3
Pada awalnya Benteng Vredeburg didirikan VOC tahun 1760 dengan tujuan
sebagai benteng pertahanan VOC terhadap pihak lawan dagangnya, seperti Inggris
dan Prancis. Pada masa-masa selanjutnya fungsi tersebut kemudian bergeser menjadi
berbagai hal sesuai dengan perkembangan zaman yang terjadi. Perubahan fungsi
tersebut dapat dilihat dalam proses perkembangan berikut ini, pada tahun 1760 –
1830 Benteng Vredeburg berfungsi sebagai benteng pertahanan untuk menahan
serangan; pada tahun 1830 -1945 Benteng Vredeburg berfungsi sebagai markas
militer Belanda dan Jepang; dan pada tahun 1945 – 1977 Benteng Vredeburg beralih
berfungsi sebagai markas militer RI dan selanjutnya pada tahun 1977 pihak Hankam
mengembalikan Benteng kepada Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta.
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode sejarah yaitu suatu
proses menguji dan menganalisis secara kritis rekaman-rekaman peninggalan masa
lampau serta usaha melakukan sintesa terhadap data masa lampau tersebut menjadi
kisah sejarah. Tahap pertama adalah heuristik, merupakan suatu proses pengumpulan
bahan atau sumber-sumber sejarah seperti wawancara, studi dokumen, dan studi
Tahap kedua adalah kritik sumber yang bertujuan untuk mencari keasliannya
atau objektivitas, diperoleh melalui kritik ekstern dan intern.4 Kritik ekstern bertujuan
untuk mencari otoritas atau keaslian data-data yang diperoleh. Kritik intern dilakukan
untuk mencari kredibilitas suatu sumber dengan cara menyelidiki objek dan dokumen
sejarah untuk membuktikan keaslian fakta sejarah.
3 Ibid. 4Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah (Jakarta: Logos Wacana Ilmu,1999), hlm. 58.
Tahap ketiga adalah interpretasi yaitu penafsiran terhadap data-data yang
dimunculkan dari data yang sudah terseleksi. Tujuan dari interpretasi adalah
menyatukan sejumlah fakta yang diperoleh dari sumber atau data sejarah dan bersama
teori disusunlah fakta tersebut ke dalam interpretasi yang menyeluruh.5 Analisis yang
digunakan dalam penelitian ini adalah deskripsi analisis.
Tahap keempat adalah Historiografi, yaitu proses penulisan sejarah sebagai
langkah akhir dari penelitian sejarah, menyajikan hasil penelitian berupa penyusunan
fakta-fakta dalam suatu sintesa kisah yang bulat sehingga harus disusun menurut
Pembahasan
Benteng Vredeburg merupakan peninggalan Kolonial Belanda meski dalam
bentuk yang sangat sederhana seiring dengan perkembangan waktu benteng tetap
terus berdiri dan difungsikan. Sejak berdirinya VOC praktek monopoli dagang dan
aktifitas kolonial mulai terjadi di nusantara. Hal ini menyebabkan gejolak di berbagai
daerah karena praktek monopoli VOC sering mengakibatkan selisih paham antara
Masa itulah menjadi titik awal dari masa penjajahan di Indonesia oleh
Belanda. Pemaksaan kehendak terjadi dimana-mana. Perjanjian-perjanjian dengan
penguasa lokal bermunculan dengan berbuntut pada penguasaan wilayah dan
monopoli kegiatan dagang oleh VOC. Politik pecah belah dan adu domba selalu
menjadi andalan VOC dalam mengintervensi Pemerintahan lokal. Memanfaatkan
konfliks intern menjadi kebiasaan VOC dalam meraih keuntungan demikianlah yang
terjadi sehingga wilayah kerja yang harus diampu dan jumlah pegawai VOC semakin
5Ibid., hlm. 64. 6Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial (Yogyakarta: UGM Press, 1995), hlm. 80.
besar. Hal ini menjadikan beban keuangan persekutuan dagang tersebut semakin berat
ditambah lagi banyaknya pejabat VOC yang melakukan koropsi untuk kepentingan
sendiri keadaan tersebut berlangsung berlarut-larut.7
Seiring dengan perkembangan yang terjadi di Eropa rakyat Belanda
menginginkan keamanan negerinya langsung dibawah lindungan perancis. Maka
Belanda diubah dari bentuk Republik mejadi Kerajaan dengan pengangkatan Luis
Napoleon sebagai Raja Belanda sehingga memberikan dampak perkembangan politik
belanda yang telah menanamkan benih-benih imperialisme mulai tergantikan oleh
pendatang baru yaitu pasukan Inggris yang kemudian memerintah di nusantara.8
Benteng Vredeburg juga pernah digunakan sebagai markas militer dapat di
jabarkan, secara kronologis sebagai berikut:
1. Sejak awal dibangun sampai dengan runtuhnya kekuasaan Hindia Belanda,
dibawah pengelolaan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) Benteng Vredeburg
sebagai markas dan asrama pasukan dengan kode staf “Q”. pada waktu itu
dibawah Komandan Letnan Muda I Radio, pasukan ini bertugas mengurusi
perbekalan militer termasuk miseu, di kompleks benteng didirikan rumah sakit
yang melayani korban pertempuran yang dalam perkembanganya juga melayani
fasilitas kesehatan pasukan dan keluarganya.9
2. Benteng Vredeburg pernah dipergunakan untuk menahan para tokoh antara lain
yaitu Moh. Yamin, Tam Malaka dan R.P Soedarsono yang merupakan tokoh dari
satuan perjuangan. Peristiwa penahanan ketiga tokoh merupakan percobaan
perebutan kekuasaan atau kudeta yang dilakuan oleh pihak oposisi kelompok
persatuan perjuangan terhadap pemerintahan kabinet Sjahrir. Pemicu peristiwa ini
adalah ketidakpuasan pihak oposisi terhadap politik diplomasi yang dilakukan
oleh pemerintah Indonesia terhadap Belanda. Kelompok ini menginginkan
7 Djamal Masudi, Yogyakarta Bentang Proklamasi (Jakarta: Barahmus DIY Perwakilan Jakarta, 1985), hlm.17. 8 Ibid. 9 Harian Kedaulatan Rakyat, 17 Juni 1990. Koleksi Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta.
pengakuan kedaulatan penuh, sedangkan kabinet yang berkuasa hanya menuntut
3. Pertahanan Benteng Vredeburg kemudian bergeser menjadi fungsi asrama.
Sedikit-demi sedikit elemen-elemen pertahanan yang terdapat dalam Benteng
Vredeburg sudah mulai berubah. Salah satunya parit yang sudah kering dan
kemudian ditutup. Kedatangan Belanda yang membonceng tentara Sekutu ketika
akan melakukan pelucutan senjata Jepang dan Indo Belanda, merupakan usaha
untuk menguasai Indonesia kembali. Ini terbukti dari tindakan-tindakan yang
dilakukan kemudian. Profokasi dan teror atau bahkan tindakan kekerasan
terhadap pemuda dan penduduk menjadi faktor penyebab disampaikannya protes
kepada Dewan Keamanan PBB. Sebagai kelanjutannya muncullah beberapa
perjanjian sebagai produk usaha-usaha penyelesaian masalah dengan media
diplomasi. Namun karena niatnya ingin menjajah kembali maka perjanjian-
perjanjian tersebut dilanggar oleh Belanda melalui aksi Agresi Militernya baik
4. Agresi Militer Belanda yang kedua merupakan sebuah pengingkaran yang
dilakukan oleh Belanda atas persetujuan Renville. Ketika Belanda melakukan
Agresi keduanya tersebut, sebelum menangkap para pemimpin Negara yang
sedang bersidang di Gedung Agung, maka Benteng Vredeburg bersamaan dengan
penyerangan Maguwo pada siang hari dijatuhi bom oleh pesawat Belanda,
sehingga kantor Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yang berada didalamnya
mengalami kerusakan. Selanjutnya pada pukul empat sore Belanda dengan
persenjataan lengkap berhasil menguasai kota Yogyakarta. Dibawah penguasan
Belanda selanjutnya Benteng Vredeburg dimanfaatkan sebagai markas Tentara
Belanda yang tergabung dalam IVG (Informatie Voom Geheimen) atau kesatuan
Dinasa Rahasia Belanda. Disamping itu, benteng juga digunakan sebagai asrama
10 Tashadi, Peranan Desa Dalam Perjuangan Kemerdekaan (Jakarta: Depdikbud, 1992), hlm. 16. 11 Ibid.
prajurit Belanda sekaligus tempat untuk menyimpan senjata berat dan ringan
bahkan kendaran militer seperti tank, panzer, dan kendaran lainnya. Benteng juga
dipakai sebagai tempat bertemunya mata-mata Belanda yang tergabung dalam
5. Ketika terjadi Serangan Umum Satu Maret Benteng Vredeburg menjadi salah satu
target serangan TNI dan gerilyawan karena Benteng Vredeburg dianggap sebagai
markas pengaturan strategi serangan Belanda. Meskipun hanya berlangsung
selama enam jam, namun penguasaan Kota Yogyakarta dalam serangan umum
tersebut merupakan kewenangan politis yang menunjukkan bahwa TNI masih
eksis. Hal ini telah memojokkan Belanda di meja perundingan yang telah
mengabarkan bahwa TNI telah hancur dan tenggelam bersama RI. Akhirnya
dengan keterpojokannya dalam perundingan tersebut Belanda bersedia membuka
kembali perundingan dengan Indonesia yang telah lama macet. Karena itulah
maka kedua belah pihak RI dan Belanda dibawah pengawasan UNCI (United Nations Comission of Indonesia) sepakat mengadakan perundingan yang
berlangsung pada tanggal 4 April 1949 di Jakarta. Hasil perundingan tersebut
ditandatangani pada tanggal 7 Mei 1949 di Jakarta dan dikenal dengan
Persetujuan Roem Royen. Dari persejutujuan ini diperoleh hasil bahwa Indonesia,
Belanda dan BFO (Bijeenkomsht voor Federaal Overleg) sepakat mengikuti
KMB. Para tawanan yang ditawan sejak 19 Desember 1948 akan segera
dikembalikan di Yogyakarta. Oleh karena itulah Yogyakarta harus dikosongkan
dan terjadilah penarikan mundur tentara Belanda dari Yogyakarta yang dimulai
dari tanggal 24 dan berakhir pada tanggal 29 Juni 1949. Sejak itulah Yogyakarta
kembali kepangkuan RI, sehingga tanggal 29 Juni sering diperingati sebagai hari
12 Djoko Soekiman, Kebudayaan Indis dan Gaya Hidup Masyarakat Mendukung di Jawa (Yogyakarta: Bentang Budaya, 2000), hlm. 28. 13 Ibid.
6. Hasil KMB (Konferensi Meja Bundar) memutuskan bahwa Belanda secara resmi
Penandatanganan berada di dua tempat yaitu Belanda, tepatnya diruang tahta
istana Kerajaan Belanda, Ratu Juliana, Perdana Mentri Mr. Willem Drees,
Menteri Seberang Lautan Mr. Amja. Sassen dan Ketua delegasi RIS Drs. M.
Hatta bersama-sama membubuhkan tanda tangan dalam naskah pengakuan
kedaulatan RIS. Sedangkan di Jakarta penandatanganan naskah pengakuan
kedaulatan RIS dilakukakn di Istana Gambir (Istana Merdeka sekarang). RIS
diwakili oleh Sri Sultan Hamengku Buwana IX dan Belanda diwakili oleh Wakil
7. Tahun 1977 pada periode ini Benteng Vredeburg kembali ke tangan Pemerintah
RI dan penguasaannya diserahkan kepada Militer Akademi dan kemudian
Hankam. Pada periode inilah terjadi perubahan bangunan benteng yang tidak
terkendali. Perubahan-perubahan dilakukan sesuai kebutuhan untuk memenuhi
kebutuhan tempat tinggal yang cukup banyak waktu itu. Setelah peristiwa Yogya
Kembali dan pengakuan Kedaulatan RIS, Benteng Vredeburg berada pada
Angkatan Perang Republik Indonesia (APRI). Selanjutnya pengelolaannya
diserahkan kepada Sekolah Militer Akademi dan dijadikan asrama siswa dan
tempat belajar.15 Militer Akademi merupakan tempat pendidikan para taruna
calon petinggi militer di Indonesia yang atas inisiatif Letnan Jendral Oerik
Soemohardjo didirikan pertama kali di Yogyakarta. Mula-mula kegiatan belajar
mengajar berlangsung di Christelijk Mulo Kota Baru. Setelah meluluskan dua
angkatan militer akademi Yogyakarta ditutup sementara karena alasan teknis.
Taruna angkatan ketiganya menyelesaikan pendidikan di Koninkalijke Militaire Academie (KMA) di Breda Belanda.16 Dalam perkembanganya seusai
pemanfaatan Benteng Vredeburg oleh Militer Akademi, ada dua pendapat yang
14 Tashadi, op.cit., hlm. 17. 15 Ibid. 16 Ibid., hlm. 20.
berseberangan tentang keberadaan benteng Peninggalan Belanda tersebut ke
depan. Satu pihak berpendapat agar benteng tersebut dihancurkan saja, dan di lain
pihak dipelihara karena merupakan monumen sejarah. Namum perkembangannya
terhenti dan benteng digunakan sebagai tempat tahanan politik. G 30 S/PKI yang
berlangsung berada dibawah pengawasan HANKAM.17
8. Periode 1980 penguasaan dan pengelolaan benteng diserahkan dari pihak
HANKAM kepada Pemerintah Daerah Yogyakarta, Pemerintah Daerah Propinsi
DIY menelantarkan bangunan peninggalan Belanda tersebut.18 Keadaan Benteng
Vredeburg sangat memprihatinkan. Keadaannya kosong, tidak difungsikan,
sehingga terjadi kerusakan dibeberapa elemen yang tidak terawat. Namun selama
dalam pengelolaan periode tersebut berlangsung beberapa kegiatan yang bersifat
sementara antara lain: Jambore Seni (tanggal 26 sampai dengan 28 Agustus),
Pendidikan dan Latihan Dodiklat POLRI serta sebagai Markas Pasukan Garnizum
Tanggal 9 Agustus 1980 dilakukan penandatanganan piagam perjanjian antara
Sri Sultan Hamengku Buwono IX sebagai pihak I dan Daud Jusuf (Mendikbud)
sebagai pihak II tentang pemanfaatan bangunan bekas Benteng Vredeburg. Dengan
pertimbangan bahwa bangunan bekas Benteng Vredeburg tersebut merupakan
bangunan bersejarah yang sangat besar artinya maka pada tahun 1981 bangunan
bekas Benteng Vredeburg ditetapkan sebagai benda cagar budaya berdasarkan
Ketetapan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 0224/U/1981 tanggal 15
Juli 1981. Tentang pemanfaatan bangunan Benteng Vredeburg, dipertegas lagi oleh
Nugroho Notosusanto (Mendikbud RI) tanggal 5 November 1984 yang mengatakan
bahwa bangunan bekas Benteng Vredeburg akan difungsikan sebagai museum
17 Wawancara dengan Agus pada tanggal 14 Januari 2012. 18 Wawancara dengan Suseno pada tanggal 21 Januari 2012. 19 Wawancara dengan Suseno pada tanggal 21 Januari 2012.
Perjuangan Nasional yang pengelolaannya diserahkan kepada Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.20
Sesuai dengan Piagam Perjanjian serta surat Sri Sultan Hamengku Buwono IX
Nomor 359/HB/85 tanggal 16 April 1985 menyebutkan bahwa perubahan-perubahan
tata ruang bagi gedung-gedung di dalam komplek Benteng Vredeburg diijinkan
sesuai dengan kebutuhan sebagai sebuah museum. Untuk selanjutnya dilakukan
pemugaran bangunan bekas benteng dan kemudian dijadikan museum.
Revitalisasi adalah upaya untuk mendaur ulang dengan tujuan untuk
memberikan vitalitas baru, meningkatkan vitalitas yang ada atau bahkan
menghidupkan kembali vitalitas (re-vita-lisasi) yang pernah ada, namun telah
memudar. Revitalisasi dapat dijelaskan, adalah rangkaian upaya menghidupkan
kembali kawasan yang cenderung mati, meningkatkan nilai-nilai vitalitas yang
strategis dan signifikan dari kawasan yang masih mempunyai potensi dan atau
mengendalikan kawasan yang cenderung kacau atau semrawut.21
Pelaksanaan revitalisasi harus melalui beberapa tahapan, di mana masing-
masing tahapan harus memberikan upaya untuk mengembalikan atau menghidupkan
kawasan dalam konteks perkotaan. Dengan demikian konservasi bangunan dan
kawasan bersejarah merupakan tempat yang dapat difungsikan kembali menjadi
kawasan yang mempunyai nilai sosial ekonomi tinggi.
Revitalisasi bukan hanya sekedar bagaimana menciptakan sebuah tempat
dengan keindahan tempat belaka, tetapi lebih kepada tempat menarik, untuk itu perlu
dikembangkan pemikiran-pemikiran yang kontekstual maupun holistik, yang
berangkat dari budaya masyarakat setempat beserta seluruh kearifan lokalnya yang
masih melekat, dan dikombinasikan dengan permasalahan lingkungan yang
berkembang saat ini. Keunikan tersebut, selain aspek sosial budaya, mengandung 20 Suharja, Buku Panduan Museum Benteng Vredeburg (Yogyakarta: Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, 2009), hlm. 2. 21 Kautsary, Makna Ruang Dalam Permukiman Pecinan (Aspek yang Terlupakan Dalam Upaya Revitalisasi Kawasan, 2008). Seminar Nasional Eco Urban Design. Semarang: Universitas Diponegoro, 2008. hlm. 1-12.
kearifan lokal yang dapat menjadi daya tarik wisata, dan berpotensi meningkatkan
pertumbuhan ekonomi kreatif masyarakat. Potensi aset budaya tersebut memiliki nilai
kesejarahan dan menjadi suatu rangkaian pusaka yang perlu dilestarikan bahkan
potensial untuk dikembangkan secara positif, berkesinambungan serta dapat dijadikan
pijakan.22 Revitalisasi harus dipandang sebagai sebuah objek budaya dengan segala
aspek yang melingkupinya, dan perlu dipadukan dengan permasalahan sosial, ekologi
dan arsitektural yang sudah tertata di kawasan atau lingkungan bersejarah tersebut.
mengakomodasikan permasalahan sosial, ekologi serta aspek terkait lainnya melalui
Tahun 1987 Museum Benteng Vredeburg telah dapat dikunjungi oleh umum.
Pada tanggal 23 November 1992 bangunan bekas Benteng Vredeburg secara resmi
menjadi Museum Khusus Perjuangan Nasional berdasarkan Surat Keputusan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Prof. Dr. Fuad Hasan) Nomor
0475/O/1992 dengan nama Museum Benteng Yogyakarta.23
Selanjutnya Sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kebudayaan dan
Pariwisata Nomor : KM 48/OT.001/MKP/2003 tanggal 5 Desember 2003 Museum
Benteng Vredeburg Yogyakarta mempunyai Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi
yaitu sebagai museum khusus merupakan Unit Pelaksana Teknis yang berkedudukan
di lingkungan Kementerian dan Kebudayaan Deputi Bidang Sejarah dan Purbakala
yang bertugas melaksanakan pengumpulan, perawatan, pengawetan, penelitian,
penyajian, penerbitan hasil penelitian dan memberikan bimbingan edukatif kultural
mengenai benda dan sejarah perjuangan bangsa Indonesia di wilayah Yogyakarta.24
Museum adalah sebuah Lembaga yang bersifat tetap, tidak mencari
keuntungan, melayani masyarakat dan perkembangannya terbuka untuk umum yang
mengumpulkan, merawat, mengkomunikasikan dan memamerkan, untuk tujuan-
22 Wawancara dengan Sri Ediningsih pada tanggal 3 Januari 2012.
23 Ibid., hlm. 3. 24 Ibid.,hlm. 7.
tujuan studi, pendidikan dan kesenangan, bukti–bukti material manusia dan
Museum secara keseluruhan dijabarkan dalam berbagai kegiatan rutin yang
terbagi ke dalam tiga bagian kegiatan sebagai berikut:
a. Pelestarian sejarah dan budaya melalui berbagai kegiatan seperti perawatan dan
pemeliharaan benteng sebagai cagar budaya, konservasi, fumigasi dan restorasi
benda-benda sejarah perjuangan. Perawatan dan pemeliharaan benteng sebagai
cagar budaya dilakukan secara bersama-sama dengan Balai Pelestarian
Peninggalan Purbakala. Sedangkan kegiatan konservasi, fumigasi dan restorasi
terhadap benda-benda koleksi sejarah perjuangan dilakukan secara intern oleh
petugas pemeliharaan dan perawatan museum. Adapun koleksi benda-benda
sejarah perjuangan Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta terdiri dari benda –
benda realita, replika, foto, lukisan dan koleksi lainnya yang berjumlah kurang
lebih 7000 buah. Seluruh benda koleksi museum disimpan diruang pameran tetap
maupun di storage dengan perlakuan khusus sesuai dengan standar Internasional
b. Penyajian sejarah dan budaya melalui berbagai kegiatan seperti pameran tetap dan
pameran temporer, penyediaan film-film sejarah perjuangan, perpustakaan sejarah
serta penerbitan buku dan bulletin. Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta
memiliki 5 ruang pameran tetap yang terdiri dari 4 ruang diorama dan 1 ruang
realita. Ruang Pameran tetap berisi koleksi benda sejarah yang memvisualkan
peristiwa sejarah perjuangan bangsa, terutama perjuangan dari Yogyakarta sejak
kedatangan bangsa Barat ke Indonesia sampai saat ini. Selain itu pengunjung juga
bisa menikmati sajian film–film sejarah perjuangan di ruang Bioskop Sejarah
Perjuangan. Museum juga dilengkapi dengan perpustakaan yang berisi buku-buku
sejarah dan budaya. Sarana pembelajaran sejarah bagi anak-anak sekolah juga
25 Lukman Prurakusumah, Pedoman Pendirian Museum (Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2000), hlm. 35.
c. Pengembangan sejarah dan budaya melalui kegiatan penelitian dan pengkajian
sejarah perjuangan, festival, lomba, ceramah, diskusi, loka karya, workshop,
pentas seni, baik diselenggarakan sendiri, kerjasama instansi terkait, maupun
memfasilitasi masyarakat melalui sarana dan prasarana museum. Pengkajian
sejarah difokuskan pada sejarah perjuangan di Yogyakarta baik peristiwa yang
berkaitan dengan koleksi tata pameran tetap maupun yang tidak berkaitan dengan
tata pameran museum. Festival, lomba, diskusi, pentas seni bernuansa sejarah
juga rutin dilakukan seperti festival busana perjuangan, lomba lagu, teater, lukis
dan mewarnai dengan nuansa perjuangan, cerdas cermat permuseuman,
kesejahteraan dan kepurbakalaan dan kemah budaya. Selain itu museum juga
menyediakan sarana dan prasarana bagi masyarakat untuk mengadakan pameran,
lomba, festival, ceramah, diskusi dan kegiatan lain yang bernuansa budaya.26
Pemanfaatan adalah Pendayagunaan pada cagar budaya, dalam hal ini adalah
koleksi museum untuk kepentingan sebesar–besarnya kesejahteraan rakyat dengan
tetap mempertahankan kelestariannya, yang termasuk kegiatan pemanfaatan antara
Cara paling efektif bagi museum untuk menyediakan koleksi–koleksinya agar
dapat dimanfaatkan oleh masyarakat dengan memajangnya dalam pameran baik itu
pameran tetap maupun pameran temporer maupun pameran keliling, melalui pameran
museum jelas memiliki manfaat bagi pengunjung dan meningkatkan pengetahuan
tentang informasi yang terkandung dalam materi pameran sehingga diharapkan
masyarakat khususnya generasi muda dan pelajar dapat mengerti dan memahami
berbagai aspek kehidupan yang melatar belakangi keberadaan koleksi benda-benda
yang ditampilkan dalam pameran. Museum Benteng Vredeburg bersama dengan
Museum khusus sejarah yang lain secara periodik dan berkesinambungan
26 Buletin Benteng Vredeburg Yogyakarta edisi Desember 2009
Disamping disajikan dalam pameran koleksi juga dapat dimanfaatkan di ruang
studi koleksi yaitu untuk melayani pengunjung dengan minat khusus antara lain
peneliti, mereka berhak mendapatkan pelayanan khusus dengan memperbolehkan
melihat gudang koleksi namun tentunya dalam pengawasan petugas dan tetap dalam
c. Benteng Vredeburg Yogyakarta Sebagai Ajang Seminar
Ruang seminar yang biasa digunakan dan dimanfaatkan masyarakat umum,
pelajar, mahasiswa menempati gedung lantai atas pada bangunan Diorama IV untuk
Halaman luas yang letaknya berada di area depan Museum Benteng
Vredeburg Yogyakarta dimanfaatkan oleh masyarakat umum untuk berbagai kegiatan
seperti: Pagelaran Seni, Gelar Budaya dan kegiatan lainnya yang berorientasi pada
Kesimpulan
Sejak didirikan hingga tahun 2011 Benteng Vredeburg mengalami beberapa
kali pergantian fungsi. Benteng Vredeburg difungsikan sebagai: 1. Markas, Kantor
Militer, Asrama Pasukan Tentara, Rumah Sakit untuk melayani korban pertempuran
dan melayani kesehatan pasukan, keluarganya; 2. Tempat menahan para tokoh yaitu:
Moh. Yamin, Tan Malaka dan RP. Soedarsono. Pengelolaan Benteng Vredeburg telah
diserahkan dari pihak HANKAM ke Pemerintah Daerah Propinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta hingga ke rencana pelestarian bangunan Benteng Vredeburg terlihat jelas,
mulai direncanakan pemugaran bangunan sampai mengalami berkali-kali pergantian
pengelola yaitu: 1. Ki Suratman; 2. Drs.Budiharja; 3. Drs.Wahyu Indrasana; 4. Dra
Berbagai usaha untuk merevitalisasi dilakukan, yaitu melalui berbagai
tahapan: 1. Intervensi fisik mengawali kegiatan fisik revitalisasi dilakukan secara
bertahap meliputi perbaikan dan peningkatan kualitas kondisi fisik bangunan; 2.
Revitalisasi Ekonomi, revitalisasi yang diawali dengan proses peremajaan artefak,
memugar bangunan yang ada dalam Benteng Vredeburg; 3. Revitalisasi Sosial
institusional sebuah kawasan akan terukur bila mampu menciptakan lingkungan yang
Dengan telah selesainya pembangunan Benteng Vredeburg, maka
pemanfaatan Benteng Vredeburg sebagai museum merupakan wahana komunikasi
masa sekarang dan masa lampau, dengan begitu rasa cinta akan sejarah dapat dipupuk
sejak dini. Dengan berkunjung ke museum masyarakat dapat mengetahui,
mencermati, serta memahami makna yang terkandung dalam sajian diruang pameran
sehingga dapat merangsang aspirasi masyarakat guna mengisi kemerdekaan dengan
Pengunjung museum turut berperan serta dalam membantu, memelihara dan
mempublikasikan keberadaan museum kepada masyarakat sehingga fungsi edukatif,
rekreatif dan inspirasinya dapat berjalan dengan baik. Museum Benteng Vredeburg
Yogyakarta adalah sebuah museum didirikan untuk melayani masyarakat. Ditetapkan
sebagai Pusat Informasi dan Pengembangan Budaya, dibuka untuk umum, pada tahun
1992 Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta menjadi Unit Pelaksana Teknis
setatusnya sebagai Museum Negeri (Pemerintah). Menurut jenisnya Museum
Benteng Vredeburg Yogyakarta adalah termasuk Museum Khusus yaitu Museum
Khusus Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia di wilayah Yogyakarta.
Berdirinya Museum Benteng Vredeburg perlu disambut positif oleh
masyarakat khususnya pengunjung museum peran serta masyarakat yang bersikap
pro aktif dapat memanfaatkan sebagai media perlawanan ke masa silam melalui
koleksi-koleksinya. Melalui proses revitalisasi diharapkan terjadi peningkatan baik
kognitif, efektif terhadap perkembangannya.
Daftar Pustaka
Undang-Undang Republik Indonesia No.11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya
B. Artikel dan Surat Kabar
Buletin Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta edisi 2009
Kautsary, Makna Ruang Dalam Permukiman Pecinan (Aspek yang Terlupakan
Dalam Upaya Revitalisasi Kawasan, 2008). Seminar Nasional Eco Urban Design. Semarang: Universitas Diponegoro, 2008
Surat Kabar Kedaulatan Rakyat, 17 Juni 1990
Tashadi, Proposal Buku Panduan dan Petunjuk Teknis Pengelolaan Museum Perjuangan dan Bekas Benteng Vredeburg Yogyakarta, 1988
Djamal Masudi. 1985. Yogyakarta Bentang Proklamasi, Jakarta: Barahmus DIY
Djoko Soekiman. 2000, Kebudayaan Indis dan Gaya Hidup Masyarakat Mendukung di Jawa, Yogyakarta: Bentang Budaya
Dudung Abdurrahman.1999. Metode Penelitian Sejarah, Jakarta: Logos Wacana
Hadari Nawawi. 1995. Metode Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta: UGM Press.
Lukman Prurakusumah. 2000. Pedoman Pendirian Museum, Jakarta: Departemen
Teguh Asmar. 1982. Pemeliharaan Dan Perlindungan Benda-Benda Sejarah dan
Sidharta Eko Budiharjo. 1989. Konservasi Lingkungan dan Bangunan Bersejarah di Yogyakarta, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Suharja. 2009. Buku Panduan Museum Benteng Vredeburg, Yogyakarta: Departemen
Tashadi. 1992. Peranan Desa Dalam Perjuangan Kemerdekaan, Jakarta:
DAFTAR INFORMAN
: Kepala Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta
: Bagian Kelompok Pemeliharaan dan Pengkajian
CASE STUDY 3 Background Jane Stevens, a 72-year-old Caucasian woman, presents to her GP complaining of upper back pain. She reports the pain has been slowly progressive over the past few years. However, recently she sneezed and the pain immediately intensified and was more sharp and localised. She thinks she may have pulled a muscle. A review of the patient's previous medical records rev
MoÏnosti kontrolované ovariální hyperstimulace v léãbû neplodnosti metodou intrauterinní inseminace Stfieda R, ·tûpán J., Zadrobílková I., Dejmek M., ·ilhan V., Novotná ·., Huml V. Centrum asistované reprodukce SANUS, Hradec Králové PROVEDENÍ Intrauterinní inseminace je jednoduchá, ‰etrná a finanãnû nenároãná metoda léãby neplodnosti. Pfii ultrazvuko