PEMALSUAN OBAT-OBATAN DAN PUTUSAN HAKIM MENGENAI TINDAK PIDANA PEMALSUAN OBAT Devi Yustisia. K No. Mhs : 03410361 Program Studi : Ilmu Hukum UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA FAKULTAS HUKUM YOGYAKARTA PENDAHULUAN
Negara Republik Indonesia adalah Negara hukum berdasarkan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar 1945, yang melindungi segenap rakyatnya dan
menjamin kelangsungan hidup rakyat seluruh Indonesian, dalam upaya
melindungi rakyatnya Negara Republik Indonesia menjamin tersedianya sarana
dan prasarana kesehatan sebagai mana tertuang dengan tegas dalam Pasal 28 H
ayat (1) Undang –Undang Dasar 1945 bahwa:
“setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”
Kesehatan merupakan hal yang utama dalam kelangsungan hidup setiap
individu, dimana tanpa kesehatan mustahil seseorang tersebut dapat
melangsungkan kehidupanya. Hal ini sangat berkaitan erat dengan ketahanan
sebuah bangsa, bangsa yang besar dan kuat harus terlebih dahulu menciptakan
Ketentuan pasal 33 ayat (3) Undang- Undang Dasar 1945 juga
menyebutkan bahwa : “ Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas
pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak”.
Indonesia sebagai Negara kepulauan sangat rentan terhadap berbagai
macam penyakit, hal ini merupakan sebuah tantangan yang berat dan harus
ditanggulangi pemerintah dalam menciptakan rakyat Indonesia sehat lahir dan
Menurut pernyataan dari Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO), kesehatan
adalah keadaan fisik, mental dan kesejahteraan sosial secara lengkap dan bukan
hanya sekedar tidak mengidap penyakit atau kelemahan1.
Jika ditinjau dari hukum kesehatan terdapat definisi tersendiri mengenai
hukum kesehatan menurut Prof.H.J.J.Leenen sebagi berikut :
“Hukum kesehatan meliputi semua ketentuan hukum yang langsung berhubungan dengan pemeliharaan kesehatan dan penerapan hukum perdata, hukum pidana dan hukum administratif. Berlaku juga pedoman internasional, hukum kebiasaan dan jurisprudensi yang berkaitan dengan pemeliharaan kesehatan hukum otonom, ilmu dan litelatur menjadi sumber hukum kesehatan”. 2 Di Era globalisasi saat ini banyak tumbuh dan berkembang tempat-tempat
pelayanan kesehatan seperti rumah sakit–rumah sakit yang dikelola pemerintah
hingga yang dikelola oleh pihak swasta, seiring dengan itu tumbuh dan
berkembang juga pabrik-pabrik yang menghasilkan obat-obatan.
Rakyat Indonesia boleh berbangga karena telah banyaknya tempat-tempat
pelayanan kesehatan yang tersedia, hal ini dapat kita jumpai hampir diseluruh
pelosok negeri ini, namun realita yang terjadi tempat-tempat pelayanan kesehatan
tersebut hanya dapat dinikmati oleh masyarakat Indonesia yang berpenghasilan
Hal ini terjadi disebabkan oleh tingginya biaya atau mahalnya ongkos
berobat yang harus dikeluarkan oleh seorang individu yang menderita sakit,
2 Fred Amein, Kapita Selekta Hukum Kedokteran, Grafika Jaya, Jakarta 1991.
sedangkan rakyat Indonesia saat ini yang berada pada posisi tidak mampu atau
miskin merupakan golongan mayoritas ditambah ulah beberapa oknum yang
menciptakan pelayanan kesehatan menjadi suatu bisnis yang dapat menghasilkan
banyak keuntungan tanpa memikirkan pentingnya arti kesehatan bagi masyarakat
Imbas yang terjadi pada masyarakat Indonesia ketika mereka tidak dapat
berobat ke rumah sakit mereka lebih memilih alternatif dengan obat-obatan
tradisional atau tanpa terlebih dahulu berkonsultasi ke dokter mengenai penyakit
Mereka langsung mengkonsumsi obat-obatan yang banyak dijual
diwarung-warung sekitarnya. Dengan semakin tingginya biaya yang dikeluarkan
ketika mereka berobat ke rumah sakit, warung-warung terdekat yang menjual
obat-obatan adalah pilihan yang pasti. Obat-obatan yang dapat dibeli dengan
harga yang lebih murah dibanding obat yang dijual pada apotik-apotik atau toko
obat resmi, walaupun obat-obatan tersebut tanpa jaminan asli atau palsu.
Sangat ironis ketika orang sakit mengharapkan kesembuhan dengan obat
yang ia minum namun kenyataanya obat yang diminum tersebut bukanlah obat
yang semestinya malah sebaliknya (palsu) obat tersebut dapat mengakibatkan
Hasil investigasi International Pharmaceutical Manufacturers Group
(IPMG), organisasi yang beranggotakan 32 perusahaan farmasi asing,
menunjukkan 40% toko obat di Indonesia menjual obat-obat palsu. Artinya, empat
dari 10 toko obat di Tanah Air ini memperdagangkan obat-obat palsu.3
Undang-undang Republik Indonesia No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan
pada pasal 40 ayat (1) menyebutkan bahwa “ sediaan farmasi yang berupa obat
harus memenuhi syarat farmakope Indonesia atau baku standar lainya”,
pelanggaran terhadap ketentuan pasal 40 ayat (1) tersebut merupakan suatu tindak
pidana yang diancam dengan hukuman pidana, Undang-undang Republik
Indonesia No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan bab X ketentuan pidana pasal 80
“ memproduksi dan atau mengedarkan sediaan farmasi berupa obat atau
bahan obat yang tidak memenuhi syarat farmakope Indonesia dan atau
baku standar lainya sebagai mana di maksud dalam pasal 40 ayat (1)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan
pidana denda paling banyak Rp. 3.000.000.000.00 (tiga ratus juta rupiah)".
Larangan serta sangsi suatu tindak pidana pemalsuan obat jelas di
sebutkan pada pasal-pasal diatas, namun hal tersebut tidak menghambat
perkembangan tindak pidana pemalsuan obat yang berkembang sangat pesat
dengan keuntungan yang diperoleh sangat besar dan resiko yang akan ditanggung
oleh pemalsu oabat ketika ketahuan sangat kecil, hal ini berkembang hingga
tindak pidana ini melibatkan oknum-oknum dari negra asing.
Ancaman hukuman mati sudah selayaknya diberiakan bagi para pemalsu
obat ini, hukuman bagi para pemalsu dan pengedar obat palsu bahkan lebih ringan
3 http//www.konsultasi kesehatan. Obat palsu bisnis besar nan mematiakan.Yeni H.simanjuntak
dibandingkan terpidana pencuri jemuran. Ironis memang, karna dampak yang
dihasilkan menyangkut kesehatan dan nyawa manusia.
Namun obat palsu oleh sebagian orang dijadikan lahan bisnis baru dimana
banyak kita jumpai saat ini obat-obatan yang palsu atau merek tersebut merupakan
merek terkenal namun yang memproduksi bukan pabrik resmi dari obat tersebut
melainkan home industri yang tidak mempunyai izin dalam memproduksi obat
Kepala Badan POM Husniah Rubiana Thamrin Akib menjelaskan bahwa : “kerja sama ASEAN dan China akan ditingkatkan untuk memerangi sindikat obat palsu di regional ASEAN yang mengancam keselamatan jiwa manusia ia meminta kejaksaan agar kasus obat palsu dikategorikan sebagai tindak pidana penting, bukan tindak pidana biasa atau tidak penting. “Berbagai kasus pemalsuan obat di Indonesia tidak pernah mendatangkan efek jera pada pelaku karena kasus-kasus pemalsuan obat hanya dikategorikan sebagai tindak pidana tidak penting. Saya sudah memintanya pada Jaksa Tindak Pidana Umum (Japidum) beberapa waktu lalu,” kata Husniah setelah konferensi pers pembukaan the 1st ASEAN-China Conference and Combating Counterfeit Medical Products, di Jakarta”4 Data yang tercatat di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) selama
kurun waktu Januari-Juni 2005 berhasil menemukan 14 jenis obat palsu yang
beredar di pasar domestik. Jumlah ini meningkat pesat dibanding tahun lalu yang
hanya 6 item obat palsu. “Obat-obatan tersebut adalah Amoksan kapsul, Broadced, Cefat 500 kapsul, Clacef injeksi, Daonil tablet, Dextamin tablet, Engerix B Vaksin, Fansidar tablet, Infanrix vaksin, Kalfoxin injeksi, Obat tetes mata cap
Mata Alami, Ponstan kaplet, Taxegram injeksi, dan Triacef injeksi.”5
Dari sekian banyak tindak kejahatan pemalsuan obat terdapat beberapa
pelaku kejahatan yang berhasil ungkap pihak kepolisian hal ini berkat laporan dari
masyarakat yang dirugikan akibat mengkonsumsi obat tersebut, adapun tindak
pidana yang berhasil di ungkap tersebut antara lain :
Polisi kembali menemukan empat pabrik dan gudang yang memproduksi 18 merek obat tradisional di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Komposisi obat tersebut ternyata mengandung bahan kimia dan semen putih. Penemuan ini berkat informasi dari masyarakat yang menjadi korban obat tersebut. Setelah melakukan penyelidikan, 28 Agustus 2007, polisi mengendus perusahaan pembuat obat ini. Sebuah perusahaan jamu bernama Shadewo Sinar Jaya. Rupanya, obat-obat yang dibuat perusahaan ini telah beredar luas di masyarakat sejak tiga tahun terakhir. Polisi kini menetapkan pemilik pabrik berinisial nama SRG sebagai tersangka. Tersangka mengaku dapat mengeruk keuntungan sekitar Rp 7 miliar sampai Rp 10 miliar per bulan dari bisnis ini.6
Data yang berhasil di himpun BPOM mengenai pemalsuan obat yang saat
ini sedang diusut dan beberapa yang sudah putusan antara lain :
Tricefin, clacef, Zeftrix, Tengah dicari
Sumber: Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)7
Sebanyak 15.604.541 tablet obat palsu dan obat illegal dari berbagai
merek buatan dalam negeri dan impor berhasil diamankan aparat kepolisian Polda
Metrojaya. Sediaan farmasi ini diduga diedarkan ke apotik-apotik dan toko-toko
6 7-juta-tablet-obat-palsu-senilai-rp25-m-disita-polisi. 2007/07/30/
obat di seluruh Indonesia. Bersama obat-obatan palsu dan illegal ini, polisi juga
mengamankan lima tersangka, yakni SF, SL, PN, LL dan LR. Sedangkan TB dan
AI kini dalam pengejaran dan sudah masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).
Khusus untuk tersangka LL dan LR, saat ini kasusnya bahkan sudah dilimpahkan
Jenis obat palsu yang berhasil disita oleh pihak kepolisian tersebut antara
“merek-merek obat yang dipalsukan seperti counterpain, sirup miratrim, vaksin poliomyelitis oral, sirup kering merek yusimox amocilin, Sirup itrapen, sirup ronacid suspensi, vitamin sakaneuron, paracetamol, dan omegdiar. Sedangkan obat-obat China impor yang diduga illegal umumnya berupa obat-obat kuat perkasa, obat jantung, batuk, memperlancar peredaran darah, mata dan maag. Adapun merek obat China impor illegal ini seperti Pau Howan untuk gangguan pencernaan, Su xiau Jiu Xin Wan untuk jantung, dan hua tuao zai zao untuk memperlancar darah. Selain dalam bentuk tablet, obat palsu dan illegal yang disita juga dalam bentuk kapsul sebanyak 46.386 kapsul, 990 botol sirup, 13.402 strip obat china dan 215 kemasan lainnya obat china”.9 Perputaran uang yang sangat besar di bisnis obat palsu telah menjadi
magnet bagi sindikat-sindikat kejahatan narkoba dan obat terlarang lainnya. Selain
keuntungan yang menjanjikan, risikonya pun juga jauh lebih ringan dibandingkan
bisnis narkoba. Tidak heran bila akhirnya para pengedar narkoba (narkotika dan
obat berbahaya) berganti profesi menjadi peramu obat palsu.
Kalau kacamata palsu atau cd bajakan palsu mungkin efeknya hanya
berupa kerugian materi, namun jika Obat yang dipalsu bisa dibayangkan efeknya
bagi tubuh kita. Apalagi jika bahan-bahannya merupakan bahan berbahaya seperti
cat tembok. Pada sesi lain dijelaskan bahwa konsumen yang merasa dirugikan
155-juta-tablet-obat-palsu-senilai-rp25-m-disita-polisi. 2007/07/30/
9-juta-tablet-obat-palsu-senilai-rp25-m-disita-polisi. 2007/07/30/
dengan obat palsu atau kosmetika berbahaya dapat mengadukan ke Yayasan
Lembaga Konsumen Kesehatan Indonesia (YLKKI).
Satu hal yang harus kita pahami bersama bahwa terkadang masyarakat
Indonesia malas untuk berurusan dengan hukum ketika ia menjadi korban obat
palsu, ia beranggapan bahwa ia membeli obat palsu tersebut hanya dengan harga
Rp.500 rupiah namun ketika mengetahui obat tersebut palsu ia harus melakukan
laporan ke kepolisian, maju ke persidangan dan sejumlah prosedur yang harus ia
lalui yang mana hal ini menghabiskan waktu yang banyak dan biaya yang tidak
Oleh karena hal tersebut banyak diantara masyarakat kita memilih diam
menerima apa yang terjadi, ini merupakan realita yang tidak bias kita pungkiri dan
juga hal ini yang memacu mewabahnya peredaran obat palsu di Indonesia.
Berdasarkan hal tersebut diatas, penulis merasa tertarik mengangkat
permasalahan perlindungan masyarakat sebagai pengkonsumsi obat-obatan.
Dengan judul skripsi “Pemalsuan Obat-Obatan dan Putusan Hakim Mengenai
Tindak Pidana Pemalsuan Obat”. Pemalsuan obat ini disamping merugikan
perekonomian Negara juga merugikan masyarakat.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis merumuskan masalah
1. Apa saja jenis obat-obatan yang sering dipalsukan ?
2. Bagaimana deskripsi umum kasus pemalsuan obat di PN Yogyakarta dan
3. Bagaimana putusan hakim dalam kasus pemalsuan obat-obatan ?
Dari rumusan masalah diatas, dapat dirumuskan tujuan penelitian yaitu :
Dari rumusan masalah diatas, dapat dirumuskan tujuan penelitian yaitu :
1. Untuk menambah dan memperluas pengetahuan serta pemahaman tentang
aspek-aspek hukum yang berkaitan dengan upaya perlindungan terhadap
konsumen sebagai suatu teori dan prakteknya terutama di bidang hukum
2 .Untuk mengetahui bagaimana proses perlindungan hukum terhadap
konsumen penguna obat-obatan menurut undang-undang no. 23 tahun
Hukum pidana dalam kehidupan manusia mempunyai fungsi yang sangat
penting, selain berfungsi untuk mengatur dan menyelenggarakan kehidupan
masyarakat yang tertib dan teratur, hukum juga mempunyai fungsi lainnya, yaitu
melindungi terhadap hal-hal yang hendak merusak kepentingan hukum.
Hukum memberi batasan-batasan tertentu, sehingga manusia tidak bisa
sekehendak sendiri berbuat dalam upaya mencapai dan memenuhi kepentingannya
agar tidak merugikan kepentingan dan hak orang lain.
Kepentingan hukum (rechtsbelang) adalah berupa segala kepentingan yang
diperlukan dalam berbagai sendi kehidupan masyarakat baik sebagai pribadi,
anggota masyaakat, maupun anggota negara yang wajib dijaga dan dipertahankan
agar tidak dirusak dan dilanggar oleh perbuatan-perbuatan manusia, yang semua
ini ditujukan untuk terlaksananya dan terjaminnya ketertiban dalam segala bidang
Tentunya hal ini didukung dengan adanya rumusan dalam hukum
pidana materiil atau pidana abstrak ataupun hukum pidana dalam keadaan diam,
yang sumber utamanya adalah dari kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP). Di dalam KUHP terdapat aturan-aturan yang menetapkan dan
merumuskan perbuatan-perbuatan yang diancam pidana, syarat-syarat untuk dapat
menjatuhkan pidana dan ketentuan mengenai pidana.11
Pengertian yang demikian itu menegaskan, bahwa setiap pelanggaran-
pelanggaran terhadap perbuatan-perbuatan tertentu yang dilarang baik tindak
pidana dalam buku II (kejahatan) dan buku III (pelanggaran), maupun tindak
pidana yang berada diluar KUHP akan dikenai sanksi pidana sesuai ketentuan
Adapun tiga masalah pokok dalam hukum pidana, yaitu :
1) Masalah perbuatan yang dilarang dan diancam pidana atau tindak pidana
10 Adam Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana,Raja Grafindo Persada Jakarta,2002, Hlm.15-16 11 Sudarto, Hukum Pidana I,Yayasan Sudarto Semarang,1990, Hlm.10
2) Masalah pertanggung jawaban pidana dari pelaku atau kesalahan
Masalah tindak pidana ataupun perbuatan yang dilarang untuk dilakukan,
dalam pandangan ilmu terminologi atau kriminologi sering diartikan sebagai
kejahatan. Pandangan dan penilaian yang menyikapi apakah suatu perbuatan
tersebut patut dipandang sebagai kejahatan, bersifat jahat, sangat tercela,
merugikan, dan oleh karena itu harus dinyatakan bersifat melawan hukum, yang
sangat dipengaruhi oleh faktor ruang (locus) dan waktu (tempo).12
Hukum pidana adalah hukum yang berpokok pada perbuatan yang dapat
dipidana atau dapat dikenai sanksi pidana. Perbuatan yang dapat dipidana tersebut
merupakan obyek dari ilmu pengetahuan hukum pidana (dalam arti luas).
Perbuatan jahat secara substansinya harus dibedakan menjadi dua macam, yaitu :
1) Perbuatan jahat sebagai ekses/gejala masyarakat dipandang secara konkrit
sebagaimana terwujud dalam masyarakat (social verschijnsel), ialah setiap
perbuatan manusia yang telah memperkosa/melanggar/menyalahi norma-
norma dasar yang berlaku dalam masyarakat secara konkrit dan memiliki
dampak negatif yang luas adalah merupakan arti dari “perbuatan
12 Natangsa Surbakti, Kembang Setaman Kajian Hukum Pidana,Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2001, Hlm.1-2
2) Perbuatan jahat dalam arti hukum pidana (strafrechtelijk misdaadsbegrip).
Perbuatan ini terwujud dalam arti in abstracto dalam berbagai peraturan-
Istilah tindak pidana adalah istilah yang telah secara resmi dan umum
dipakai dalam peraturan perundang-undangan. Atas dasar itulah maka istilah
tindak pidana adalah suatu bentuk pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah
perbuatan jahat atau kejahatan (crime atau verbrechen atau misdaad), yang bisa
diartikan secara yuridis (hukum) atau secara kriminologis.
Dalam sistem hukum di Indonesia, suatu perbuatan merupakan tindak pidana
hanyalah bila suatu ketentuan undang-undang yang telah ada menentukan bahwa
perbuatan itu merupakan tindak pidana, ini sebagai konsekuensi berlakunya asas
legalitas.Dalam Undang-Undang No.4 Tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman.
Asas legalitas itu dapat dijumpai pula sebagaimana tertulis pada Pasal 6 ayat (1)
Undang-undang tersebut, yang berbunyi “Tidak seorangpun dapat dihadapkan di
depan pengadilan selain daripada yang ditentukan undang-undang.”
Berdasarkan pada uraian di atas, maka yang dimaksud tindak pidana adalah
perilaku yang melanggar ketentuan pidana yang berlaku ketika perbuatan tersebut
dilakukan, baik perilaku tersebut berupa melakukan perbuatan tertentu yang
dilarang oleh ketentuan pidana ataupun tidak melakukan perbuatan yang
13 Sudarto, Hukum Pidana I, Op.Cit, hlm.38
b. Tinjauan Umum Tentang Unsur-Unsur Tindak Pidana
Perbuatan pidana merupakan suatu perbuatan yang dilarang dan merupakan
perbuatan melawan hukum. Kapan dikatakan perbuatan tersebut merupakan
perbutan melawan hukum, terdapat dua ukuran yaitu sifat melawan hukum yang
formal ( formeele wederrechtelijkheidsbegrip ) dan sifat melawan hukum materiel
( marerielewederrechtelijkheidsbegrip ) yang merupakan obyektif dari hukum
Ketika perbutan pidana dilakukan maka akan ada sanksi yang akan
didapatkan oleh pelaku tindak pidana tersebut berupa sanksi pidana.
Mengenai ketentuan syarat pemidanaan, menurut Prof. Sudarto, beliau
merumuskan suatu perbuatan untuk dapat dipidana harus memenuhi unsur-unsur
a. memenuhi rumusan undang-undang (syarat formil)
a. mampu bertanggung jawab dolus atau culpa (tidak ada
14 Aruan Sukidjo, Hukum Pidana, Galia Indonesia, 1988, Hlm.28 15 Sudarto, Hukum Pidana I, Op.Cit, Hlm.38-50
Ketika perbutan pidana dilakukan maka akan ada sanksi yang akan
didapatkan oleh pelaku tindak pidana tersebut berupa sanksi pidana, sanksi pidana
menurut Kitab Undang-undang Hukum Pidana Pasal 10 sanksi pidana terdiri dari :
Adanya tindak pidana yang dilakukan dan bersifat melawan hukum
Menurut Hazewinkel Suringa merupakan unsur dari strafbaar feit, karena
dalam rumusan delik nyata-nyata disebut. Masih menurut Hazewinkel Suringa,
barang siapa memenuhi rumusan delik maka ia telah berbuat melawan hukum atau
c. Tinjauan Umum Tentang Pengertian Pemidanaan
Istilah “Penghukuman” berasal dari kata dasar “hukum”, sehingga dapat diartikan
sebagai “menetapkan hukum ”atau“ memutuskan tentang hukumnya”
Oleh Prof. Sudarto dijelaskan penghukuman berasal dari kata dasar “hukum”,
sehingga dapat diartikan sebagai “menetapkan hukum”, yang dalam perkara
pemberian/penjatuhan pidana” oleh hakim.17
Adapun pengenaan sanksi pidana atau pemidanaan terhadap pelaku usaha
yang melakukan tindak pidana itu sendiri adalah sebagai akibat mutlak yang harus
diterima sebagai suatu pembalasan kepada pelaku usaha yang melakukan tindak
pidana karena tidak mematuhi ketentuan undang-udang.
Dasar pembenaran dari pemidanaan itu sendiri terletak pada adanya kejahatan
itu sendiri sebagai upaya memuaskan rasa keadilan (teori absolut).18
d. Tinjauan Umum Tentang Tujuan Pemidanaan
Tujuan pemidanaan sebagaimana di sampaikan oleh Barda Nawawi Arief
dalam suatu seminar menyatakan bahwa tujuan dari pemidanaan tidak terlepas
dari tujuan politik kriminil dalam arti keseluruhannya, yaitu “memberikan
16 13 Moeljatno, Ceramah: “Perbuatan Pidana dan Pertanggungan Jawab Dalam Hukum Pidana”. Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, Yogyakarta: 1955, hlm.7. 17 Muladi, et.al, Pidana dan Pemidanaan, Semarang;1984, Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, hlm.1-2. 18 Barda Nawawi Arif,.et.al, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, Bandung; 1998 Alumni, hlm.10- 11,16.
perlindungan pada masyarakat untuk mencapai kesejahteraan” dan untuk tujuan
“ne peccetur” (supaya orang jangan melakukan kejahatan).19
Namun demikian, dalam penyelesaiyan suatu perkara di pengadilan
sangat bergantung pada berbagai macam faktor sebagai mana di kemukakan oleh
“A Mukti Arto (2001:120-146) yang secara singkat dapat disebutkan :
Tindak pidana perlindungan konsumen diatur dalam Undang-Undang No.
8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menjelaskan pada pasal 1 :
Ayat 1 : Perlindungan konsumen adalah : segala upaya yang menjamin
adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada
19 M. Arsel, 1965, Social Defence, hal. 99. 20Sidik Sunaryo, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana,Umm Perss Malang 2004, hlm 45.
Ayat 2 : Konsumen adalah : setiap orang pemakai barang dan/atau jasa
yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri
sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan
Ayat 3 : Pelaku usaha adalah : setiap orang perseorangan atau badan
usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan
hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan
kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia,
baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian
menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang
Ayat 4 : Barang adalah : setiap benda baik berwujud maupun tidak
berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, dapat
dihabiskan maupun tidak dihabiskan, yang dapat untuk
diperdagangkan, dipakai, dipergunakan atau dimanfaatkan oleh
Dalam upaya untuk melindungi kepentingan hukum konsumen, maka
perlu disertakan sanksi yang berupa pidana yang sifatnya lebih tajam daripada
sanksi yang terdapat dalam cabang hukum lainnya. Terutama dalam bidang
penegakan hukum sangatlah diperlukan mengingat hukum pidana yang dipandang
mampu memberikan efek jera terhadap pelanggarnya.21
21 Soedarto, Kapita Selekta Hukum Pidana , Bandung;1981, Alumni, hlm. 78
Perumusan tujuan pemidanaan baru dilakukan dan tampak dalam konsep
Rancangan KUHP Nasional (1972), buku yang dirumuskan dalam Pasal 12 ayat
1. Untuk mencegah dilakukannya tindak pidana demi pengayoman negara,
2. Untuk membimbing agar terpidana insyaf dan menjadi anggota
3. Untuk menghilangkan noda-noda yang diakibatkan oleh tindak pidana.22
Dalam upaya mencari keadilan dan menegakan hukum guna menciptakan
suatu tatanan yang harmonis di dalam masyarakat, dalam “sistem peradilan
pidana di Indonesia didukung dan dilaksanakan empat fungsi utama :
1. Fungsi pembuat Undang-undang (law making function)
Fungsi ini di laksanakan oleh DPR dan pemerintah atau badan lain
2. Fungsi penegakan hukum (law enforcemen fanction)
Tujuan obyektif fungsi ini di tinjau dari pendekatan tata tertib sosial
3. Fungsi pemeriksaan persidangan pengadilan (function of adjudication)
Fungsi ini merupakan subfungsi dari kerangka penegakan hukum yang
dilaksanakan oleh Jaksa Penuntut Umum dan Hakim serta penjabat
22Rancangan KUHP Nasional, 1992, Buku 1 Pasal 1.
4. Fungsi memperbaiki terpidana (the function of correction)
Fungsi ini meliputi aktifitas lembaga pemasyarakatan, pelayanan sosial
terkait dan lembaga kesehatan mental. Tujuan umum semua lembaga-
lembaga yang berhubungan dengan penghukuman dan pemenjaraan
terpidana, merehabilitasi pelaku pidana agar dapat kembali menjalani
Perpaduan kempat fungsi yang menjadi suatu harapan dalam penegakan
hukum di Indonesia nantinya. Hukum berusaha menjamin keadilan bagi seluruh
masyarakat dalam penerapannya, namun seiring perkembangan zaman teknologi
dan ilmu pengetahuan berkembang dengan cepatnya sehingga menciptakan
perubahan dalam sistem sosial masyarakat yang mana dari sisitem kekeluargaan,
saling tolong menolong berubah menjadi sifat individualis.
“Perubahan-perubahan kondisi ekonomi, sistem politik, situasi sosio-historis
nilai-nilai dan norma-norma, hubungan-hubungan kekuasaan dan hukum yang
berlangsung seringkali berdampak ganda, pada suatu pihak memperlihatkan hasil-
hasil yang bermanfaat bagi terwujudnya kesejahteraan masyarakat dalam arti luas
termasuk terpenuhinya kebutuhan akan rasa aman sedangkan di pihak lain juga
menghasilkan semakin kompleksnya interaksi faktor-faktor kriminologi yang
melatar belakangi timbulnya pelbagai bentuk kejahatan.”24
23 M.Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Sinar grafika Jakarta,2000, Hlm 90. 24 Mulyana.W.Kusuma, Penyimpangan Suatu Prepektip Kriminologi, YLBHI Jakarta,1988 hlm.37
Berdasarkan pada kesimpulan tersebut di atas, akan jelas terlihat bahwa
tujuan pidana dan pemidanaan adalah untuk mewujudkan masyarakat yang
sejahtera, adil dan makmur, serta mencegah terjadinya tindak kejahatan.25
Menurut pendapat Sahetapy, bahwa sasaran utama yang dituju oleh pidana adalah
diutarakannya, yaitu pembuat dibina sedemikian rupa sehingga si pembuat
terbebas dari alam pikiran jahat dan terbebas dari kenyataan social yang
Tujuan pemidanaan yang bersifat pembinaan yang berorientasi pada
“orang” (pembuat) berpengaruh dalam menetapkan strategi berikutnya, yaitu
dalam kebijakan menetapkan sanksi pidana. umumnya meliputi masalah
menetapkan jenis dan jumlah berat, di mana melakukan pemilihan tersebut
berdasar pada suatu pertimbangan yang rasional.27
Sanksi hukum pidana punya pengaruh preventif (pencegahan) terhadap
terjadinya pelanggaran-pelanggaran norma hukum, karena itu harus diingat
bahwa, sebagai alat “social control” fungsi hukum pidana adalah sebagai langkah
akhir, artinya hukum pidana diterapkan bila usaha-usaha lain kurang memadai.28
Konsumen merupakan korban dalam tindak pidana pemalsuan obat,
seharusnya konsumen mempunyai hak dalam memperoleh jaminan kwalitas suatu
25 Soedarto, Suatu Dilema Pembaharuan Sistem Pidana Indonesia, Semarang;1974, Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, hlm. 34. 26 Joko Prakoso, Hukum Penitensier Di Indonesia, Yogyakarta;1988, Liberty, hlm. 42-43. 27 Soedarto, Suatu Dilema Pembaharuan Sistem Pidana Indonesi, Op. Cit., hlm. 97. 28 Sutan Remy Syahdeni,Pertanggung Jawaban Pidana Korporasi, Jakarta,2006,Grafiti Pers, hal. 214.
batang atau jasa yang telah ia beli atau bayar sesuai dengan apa yang tertera pada
Pemalsuan terhadap obat farmasi di Indonesia banyak dilakukan terhadap
kemasan, komposisi kandungan dan merek. Walau hanya kemasan namun ia
memiliki fungsi yang sangat penting dalam obat-obatan farmasi.Tidak aneh jika
banyak orang bilang sulit sekali membedakan antara obat asli dan palsu. Salah
satu cara paling mudah untuk mengenalkan masyarakat keaslian obat adalah
Gagasan mengenai undang-undang perlindungan konsumen pertama kali
di gagas “pada tahun 1975, dari tahun 1975 baik dari pidak pemerintah, lembaga
swadaya masyarakat, dan para akademisi berupaya membentuk suatu undang-
undang tentang perlindungan konsumen mulai dari kegiatan ilmiah/non ilmiah
penelitian, lokakarya, dan pengkajian-pengkajian dilakukan hingga akhirnya pada
tanggal 20 April 1999 UUPK No. 8 tahun 1999 berikut PP-nya disahkan dan
undang-undang tersebut baru dapat berlaku efektif terutama pasal 65 pada tangga
Konsumen Indonesia selama ini masih dijadikan obyek, baik oleh pelaku
usaha maupun pemerintah. Semua ini bisa dilihat dari semena-menanya para
pelaku usaha memperdayakan konsumen dengan mutu barang atau jasa yang
rendah, perjanjian jual beli yang sepihak, dan tidak transparannya informasi
mengenai barang dan jasa yang dijual. Semua itu lebih diperburuk dengan ketidak
mampuan pemerintah mengendalikan para pelaku usaha karena aparatnya yang
sudah diperdaya atau dibeli oleh kalangan dunia usaha.
Hal ini terbukti dengan lambannya pembuatan Undang-Undang
Perlindungan Konsumen (UUPK). “Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia
(YLKI) memerlukan waktu kurang lebih 18 tahun. Setelah pihak luar (IMF) ikut
mendesak supaya Indonesia memiliki UUPK, barulah UUPK itu disahkan oleh
pemerintah pada 20 April 1999, berupa UU No. 8 UUPK tahun 1999 yang
Satu hal yang paling esensial dan selalu diabaikan pelaku usaha dan
pemerintah adalah hak konsumen untuk mendapatkan informasi atau hak tahu
konsumen. Permasalahan utama berbagai kasus antara konsumen dan pelaku
usaha serta pemerintah yang terjadi selama ini hanya terletak pada tidak
tersedianya informasi yang baik dan benar seputar barang atau jasa yang
Ketiadaan atau sedikitnya informasi lebih diperburuk dengan perjanjian
transaksi atau kontrak, yang merugikan konsumen. Pasal-pasal yang ada dalam
kontrak memang sangat melindungi pelaku usaha atau pemerintah. Pelaku usaha
bermain dalam istilah hukum yang sangat teknis.
Aneh tapi nyata, itulah sebutan untuk peredaran beragam obat palsu yang
saat ini justru makin marak. Namanya obat, bisa saja memiliki efek samping
selain dapat menyembuhkan penyakit. Lalu bagaimana nasib masyarakat yang
mengkonsumsi obat tersebut jika yang dikonsumsi ternyata obat palsu? Adakah
cara tepat untuk mengantisipasinya? Bisnis obat sangat menggiurkan. Itu
sebabnya banyak yang tertarik bermain di situ.
“Saat ini kerja sama antara BPOM dan Polri terus ditingkatkan untuk
memerangi peredaran obat palsu, bahan kimia obat, bahan-bahan makanan
berbahaya lainnya. Di tingkatan internasional WHO telah membentuk satgas
pemberantasan obat palsu yang disebut dengan Impact atau International Medical Product Anti Counterfeiting Task Force,”31
Sejak awal Pemerintahan era reformasi, tampak ada keperdulian terhadap
perlindungan konsumen. Sampai saat ini, pelaksanaan perlindungan konsumen
masih dirasakan masyarakat sangat minim, kecuali untuk obat dan makanan yang
memang ada lembaga khusus yang mengawasinya yaitu Badan Pengawasan Obat
dan Makanan (BPOM) yang cukup cepat bereaksi bila ada produsen atau import
obat dan makanan yang merugikan konsumen32.
Walaupun demikian sifatnya menunggu Sampai adanya korban/kerugian
konsumen baru bertindak, sehingga fungsi Perlindungan Konsumen Lembaga ini
belum dapat diandalkan sebagai ujung tombak kegiatan Perlindungan Konsumen.
Secara umum masalah perlindungan konsumen atas barang dan jasa yang
beredar di dalam negeri seperti yang diamanatkan dalam Undang-undang
Perlindungan Konsumen tampaknya tidak terlaksana dengan baik dan diperlukan
kerja keras semua pihak yang berkepentingan untuk memberikan pendidikan
konsumen melalui program-program yang lebih efektif.
Di antara banyak pengusaha obat itu sebagian beroperasi secara tidak
resmi dan hanya memikirkan keuntungan bisnis di atas penderitaan orang lain.
Mereka kehilangan rasa kemanusiaan terhadap si sakit dan keluarganya. Obat
palsu, itulah sebutan bagi obat-obatan yang diedarkan tidak memenuhi peraturan
Ada tiga kategori suatu obat disebut obat palsu. Pertama, yaitu bahan,
takaran dan mereknya sama dengan obat asli, tetapi dibuat oleh produsen bukan
pemegang merek. Kedua, mereknya sama tetapi bukan buatan produsen yang
sama, dan isinya substandar. Ketiga, mereknya sama, tetapi isinya bukan obat dan
tidak jelas pembuatannya. Jenis ketiga ini paling merugikan.33
BPOM mengelompokkan obat palsu dalam beberapa kategori. Pertama,
obat palsu adalah obat substandar yang mengandung dosis lebih kecil
dibandingkan yang tertera pada label. Kedua, obat yang tidak memiliki kandungan
zat yang menyembuhkan sama sekali. Ketiga, obat yang formula isinya telah
diubah dari yang seharusnya dan Keempat, obat tradisional yang ternyata
Maraknya peredaran obat palsu, menurut Ida Marlinda dari yayasaan
1. dipengaruhi oleh mahalnya obat asli di apotek atau distribusi resmi;
2. Karena jalur distribusi yang kelewat panjang dan berbelit-belit,
konsumen cenderung terjebak membeli obat palsu yang harganya lebih
3. Faktor lain adalah kurangnya kesadaran dan pengetahuan tentang jenis
4. Ditambah dengan kebutuhan yang mendesak, menjadikan khasiat dan
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan nomor 242 tahun 2000, yang
dikategorikan sebagai obat palsu adalah obat yang diproduksi oleh pihak yang
tidak berhak menurut undang-undang. Ada beberapa macam obat palsu yaitu:
1. Produk yang mengandung bahan berkhasian dengan kadar memenuhi
syarat, diproduksi, dikemas dan dilabel seperti produk aslinya, tetapi
2. Obat yang mengandung bahan berkhasiat dengan kadar yang tidak
3. Produk dibuat dengan bentuk dan kemasannn seperti produk asli, tetapi
4. Produk yang menyerupai produk asli, tetapi mengandung bahan
Sebagai seorang pelaku usaha mempunyai beberapa kewajiban yang harus
dilaksanakan dalam rangka perlindungan terhadap konsumen, hal ini tertuang
dalam Undang-Undang No 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen pasal 7 :
a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
35 hindari-konsumsi-obat-palsu. 36 hindari-konsumsi-obat-palsu.
b. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi
dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan
c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur tidak
d. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau
diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau
e. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau
mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau
garansi atas barang yang dibuat dan/atau diperdagangkan;
f. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian
akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa
g. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang
dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan
Selain kewjiban tersebut diatas pelaku usaha juga dilarang melakukan hal-
hal sebagai berikut sebagaimana tertera dalam Undang-Undang No 8 tahun 1999
tentang perlindungan konsumen Pasal 8 ayat (1):
(1). Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang
a. Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang
dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. Tidak sesua dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah
dalam itungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket
c. Tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam
hitungan menurut ukuran yang sebenarnya;
d. Tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau
kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau
keterangan barang dan/atau jasa tersebut;
e. Tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan,
gaya, mode atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam
label atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;
f. Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket,
keterangan iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa
g. Tidak mencantumkan tanggal kadaluarsa atau jangka waktu
penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu;
h. Tidak mengikuti ketentuian berproduksi secara halal, sebagaimana
pernyataan “halal” yang dicantum dalam label;
i. Tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang
memuat nama barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi,
aturab pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat
pelaku usaha serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut
j. Tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan
barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-
Bagi pelaku usaha yang melanggar ketentuan pasal diatas, dapat dikenai
sanksi pidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda
paling banyak Rp 2.000.000.000 (dua milyar rupiah) sebagaimana tercantum
dalam pasal 62 ayat 1 Undang-Undang No 8 tahun 1999 tentang perlindungan
konsumen. Terhadap sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 62 dapat
d. Perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan timbulnya
e. Kewajiban penarikan barang dari peredaran; atau
Sangsi pidana terhadap pemalsuan obat menurut no. 23 tahun 1992 tentang
kesehatan pasal 80 ayat (4) b : “ barang siapa memproduksi atau mengedarkan
sedian farmasi berupa obat atau bahan obat yang tidak memenuhi syarat
farmakope indonesia atau buku setandar lainya sebagaimana dimaksud dalam
pasal 40 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas)
tahun dan pidana denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, tindak pidana pemalsuan
obat tidak dijelaskan secara rinci dan hal tersebut termasuk dalam buku ketiga
mengenai pelanggaran. Kepala Satuan Obat-obatan Berbahaya dan Kejahatan
Terorganisir (Obaya dan KT), AKBP Aldirin MP Hutabarat mengatakan,
“sebagian besar obat-obatan tersebut diproduksi di tiga benua yaitu Australia,
Inggris dan Amerika Serikat. Transaksi antara pemilik kepada sang pembeli
dilakukan dengan cukup menggunakan telepon genggam”.37
Pemakaian obat palsu karena tidak bisa membedakan antara yang asli
dengan tiruan, itulah kenyataan yang di hadapi. Teknologi pemalsuan obat
memang sudah begitu hebatnya, bahkan di Padang, seorang dokter sekalipun tidak
bisa membedakan mana obat yang asli dan palsu.38. Kalau sudah begini,
dibutuhkan kekompakan dari para pengusaha obat memperjuangkan produk
mereka dan pemanfaatan teknologi agar bisa membedakan mana obat yang asli.
Untuk memberikan kriteria kemasan berpangaman, menurut Anthony Ch.
Sunarjo, produsen harus memiliki lima unsur, yaitu berteknologi tinggi, mudah
terdeteksi dan sulit ditiru, tingkat pengamanan yang berlapis, serta diproduksi
khusus dalam satu kesatuan tempat dan tidak dijual bebas. “Sedangkan yang perlu
ditekankan dalam pengamanan kemasan, yakni security printing (pengaman
38 perlu-penyadaran-masyarakat-pada-obat-asli
cetak), security ink (pengaman tinta), security paper (pengaman kertas), security Hologram (pengaman hologram)”39.
1. Konsumen adalah : setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang
tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri,
keluarga, orang lain, maupun mahluk hidup lainya dan tidak untuk
perlindungan konsumen Pasal 1 ayat (2));
2. Perlindungan konsumen : adalah segala upaya yang menjamin adanya
kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen
(Undang-undang No.8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen
3. Obat Palsu : adalah obat yang diproduksi oleh pihak yang tidak berhak
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau produk
obat dengan penandaan yang meniru identitas obat lain yang telah
memiliki izin edar. Yang disebut obat palsu adalah produk yang tanpa
zat aktif, kadar zat aktif kurang, zat aktif berlainan, atau zat aktif sama
tapi kemasan dipalsukan. Obat seperti ini biasanya tidak diproduksi
dengan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) (Peraturan Menteri
39 perlu-penyadaran-masyarakat-pada-obat-asli
4. Hukum Pidana : Hukum yang mengatur perbuatan-perbuatan yang
dilarang oleh undang-undang dan berakibat diterapkannya hukuman
bagi barang siapa yang melakukannya dan memenuhi unsur-unsur
perbuatan yang disebutkan dalam undang-undang pidana40.
Jenis penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
hukum normatif yuridis yaitu penelitian hukum dengan melakukan
penelitian tentang norma hukum positif yang berlaku.
Penelitian ini mengunakan metode penelitian normatif, sehingga penelitian
ini memerlukan data sekunder (bahan hukum) sebagai data utama yang
Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang diperoleh dari hukum
positif Indonesia yang berupa peraturan perundang- undangan yang
berlaku serta bahan-bahan hukum yang berhubungan dengan obyek
terdiri dari data yang diperoleh dari buku-buku dan makalah, antara
lain, buku-buku tentang hukum pidana, tentang Perlindungan
Yang dimaksud dengan narasumber adalah individu ataupun instansi yang
berwenang dan mempunyai keterkaitan dengan permasalahan yang
menjadi obyek penelitian. Adapun narasumber dalam penelitian ini adalah:
BPOM (Badan Pengawasan Obat dan Makanan) di Yogyakarta.
a. Studi kepustakaan, yaitu dengan mempelajari, membaca,
memahami Perundang-undangan, buku-buku literatur, artikel-
artikel yang terkait, dan bahan hukum lainnya.
b. Wawancara dengan mencari data dengan cara mengajukan
pertanyaan kepada Narasumber mengenai obyek penelitian dan
hal-hal yang ada relevansinya dengan obyek penelitian tersebut.
Dari bahan hukum primer, selanjutnya dilakukan diskripsi yang disusun
secara sistematis, Bahan hukum sekunder yang berupa bahan-bahan
hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer
seperti artikel-artikel, karya ilmiah, buku-buku, pendapat para ahli bidang
hukum, media masa dan lain sebagainya yang berhubungan dengan
penelitian didiskripsikan, sehingga diperoleh suatu abtraksi tentang
perlindungan konsumen terhadap pemalsuan obat dilihat dari segi hukum
SCHEDA INFORMATIVA INTERVENTO DI VITRECTOMIA PER RETINOPATIA DIABETICA Approvata dalla Società Oftalmologica Italiana - Anno 2003 Gentile Signora, Signore, Lei soffre di una patologia responsabile di un calo alla vista e di altre possibili e gravi complicanze. Questa scheda contiene le informazioni sul trattamento che Le è proposto, sui risultati e sui rischi. Tutte le espression
ENTSORGUNGSTERMINE Garten- und Grünabfallsammlung Gelber Sack sowie im Edeka Markt, Kuckucks- allee in 19065 Pinnow (03860 / 50 Kompostierbare Abfälle sollen vorrangig auf Grundstücken in einer das Wohl Gneven, Gneven Wochenend-Siedlung, 18 50) der Allgemeinheit nicht beeinträchtigenden Art und Weise ordnungsgemäß Vorbeck, Kritzow, Kritzow Wochenend- Hausmüll u